Breaking News

Selasa, 26 April 2011

Seberapa Efektif Engkau Menjadi Guru?

Tentang niat menjadi guru, insya Allah, sedikit yang boleh diragukan. Apa lagi guru-guru di Sekolah Islam Terpadu seperti tempat saya mengajar, tentang ketulusan niat cukup dapat dijamin. Seperti juga dalam menjalani setiap sisi kehidupan lainnya, FINAL GOAL menjadi guru jugalah untuk memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tanpa tujuan besar ini, sia-sialah semua.

Mengenai akhlak mulia, pekerti luhur, perilaku yang baik, sikap lemah lembut dan kasih saying, para guru juga harus terus meningkatkan kualitasnya. Hal ini menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Guru benar-benar berfungsi sebagai pendidik yang mampu membentu karater positif anak-anak didiknya. Tidak sekedar urusan ajar-mengajar, menyampaikan ilmu pengetahuan.



Akan tetapi menjadi guru yang baik saja belum cukup. Kita juga perlu menjadi guru yang efektif. Intinya, bagaimana kebaikan-kebaikan yang dimiliki seorang guru, berikut keilmuan yang dimiliki dapat benar-benar tertransfer kepada anak didik.

Barangkali engkau masih ingat tentang survey yang penah aku lakukan terhadap murid-muridku di kelas enam. Dua pertanyaan inti yang saya berikan; siapa guru paling disukai dan siapa guru paling profesional menurut mereka. Pertanyaan pertama saya maksudkan untuk mengetahui kategori guru yang baik – dalam hal ini adalah kepribadian guru –  , sedang pertanyaan kedua untuk mengetahui guru yang baik dalam mengajar.

Saat ini, guru yang baik menurut anak memang mencakup dua hal tersebut; baik pribadinya, juga baik dalam mengajar. Baik pada satu sisi saja sungguh tak cukup. Kurang pada sisi pertama, anak didik mungkin akan menjadi siswa-siswa cerdas, cemerlang dan berprestasi, akan tetapi buruk dalam kepribadian. Barangkali menjadi pemarah, pemurung, gampang menyerah, atau bahkan berbuat kriminalitas. Sedang bila kurang pada sisi kedua, anak-anak dapat terbentuk dalam hal kepribadian yang baik, akan tetapi tertinggal, bodoh. Tentu saja, pembagian ini tidak mutlak, sebagaimana pembagian otak kanan dan otak kiri. Keduanya sesungguhnya saling menyokong dan mempengaruhi. Maka keduanya memang harus seiring sejalan.

Nah, kini saatnya melihat sisi kedua. Seberapa baik kita dalam mengajar? Seberapa efektif?

Banyak ilmu yang kita perlukan agar menjadi guru yang efektif. Mulai dari penguasaan materi, kepandaian berbahasa, baik bahasa verbal maupun non verbal, kesanggupan untuk bersikap tegas, kemampuan menyesuaikan diri dengan dunia anak didik, variasi cara mengajar, hingga kemampuan untuk mengatas permasalahan-permasalahan terkait anak didik.

Menurut Agus Sampurno seorang yang membidangi training keguruan, salah satu kunci utama menjadi guru efektif adalah sikap tegas dan konsisten. Guru tak boleh plinplan. Ketika sudah bila “ya”, ya selamanya harus “ya”. Begitu pun sebaliknya. Kecuali guru memang melakukan kesalahan yang harus dikoreksi. Maka, kesepakatan-kesepakatan bersama yang telah dibuat di kelas misalnya, selalu harus diterapkan. Reward harus diberikan kepada yang berhak, punishment pun dijatuhkan kepada yang bersalah.

Perlu diperhatikan, bahwa untuk menjadi guru yang tegas, bukan berarti harus galak. Keduanya bukan hal beririsan, apa lagi sama dengan. Menjadi guru yang tegas berarti mampu mengendalikan dan merubah perilaku anak, sedang menjadi guru yang galak hanya berarti hendak menunjukkan siapa yang berkuasa.

Nah, sudahkah kita menjadi guru yang efektif? Mari terus BELAJAR! Menjadi murid dulu sebelum jadi guru.


Artikel ini, dalam bahasa Hernowo, saja PINJAM dari pikiran-pikiran Agus Sampurno dalam ToughLove di blog GuruKreatif-nya.


catatan: Rahman Hanifan Semakin Dahsyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By