Breaking News

Jumat, 10 Juni 2011

Akhlak Hubungannya dengan Hak, Kewajiban, dan Keadilan

Dalam bukunya Kuliah Akhlak, Achmad Charris Zubair menjelaskan bahwa hak dapat diartikan sebagai wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat diartikan sebagai panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.[1] Sementara itu Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak adalah semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan juga tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu.[2]

Berbeda dengan pengertian hak di atas, di dalam al-Qur’an kata hak sebagaimana dijelaskan oleh al-Raghib al-Asfahani adalah al-muthabaqah wa al-muwafaqah yang berarti kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan. Dan dalam perkembangan selanjutnya kata hak atau al-haqq dalam al-Qur’an digunakan untuk empat pengertian. Pertama, menunjuk pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan.[3] Kedua, menunjuk kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah.[4] Ketiga, menunjuk kepada keyakinan (i'tiqad) terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya.[5] Dan keempat, menunjuk kepada perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.[6] Selain itu kata al-haqq dapat berarti pula upaya mewujudkan keadilan, argumentas yang kuat, menegakkan syari’at secara sempurna dan isyarat tentang adanya hari kiamat. Dengan demikian seluruh kata al-haqq yang terdapat dalam al-Qur’an tidak ada satu pun yang mengandung arti hak milik, sebagaimana arti hak yang umumnya digunakan masyarakat. Pe-ngertian hak dalam arti hak milik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-milk.[7]
Berkaitan dengan akhlak, maka hak adalah yang berhubungan dengan wewengan untuk memiliki dan bertindak. Setiap orang mempunyai hak atas sesuatu yang dia miliki, maka tidak diperbolehkan seseorang merampas hak orang lain.
Oleh karena hak itu merupakan wewenang, bukan berujud kekuatan, maka perlu ada penegak hukum untuk melindungi yang lemah, orang yang tidak dapat melakukan haknya manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi perlaksanaan haknya. Selain itu hak merupakan tuntutan, yang ini berarti akan menimbulkan kewajiban dari orang yang dituntut. Karenanya kewajiban memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan hak. Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa.[8] Dengan kata lain kewajiban dalam agama berkaitan erat dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah Swt.
Sejalan dengan adanya hak, maka ada kewajiban, dan di mana ada kewajiban, maka kemudian muncullah keadilan. Keadilan sebagaimana dijelaskan oleh Poedjawijatna adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah).[9] Sedangkan dalam literatur Islam, keadilan diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama.[10]
Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki. Dan di sinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.


[1] Achmad Charris Zubair. Kuliah Akhlak … hal. 59.
[2] Poedjawijatna. Etika Filsafat Tingkah Laku. (Jakarta: Bina Aksara. 1982). Cetakan IV. hal. 60.
[3] Lihat misalnya Q.S. al-An’am, [6]: 62.
[4] Lihat misalnya Q.S. Yunus, [10]: 5.
[5] Lihat misalnya Q.S. al-Baqarah, [2]: 213.
[6] Lihat misalnya Q.S. al-Mu’minun, [23]: 71.
[7] Lihat misalnya Q.S. al-Furqan, [25]: 3.
[8] Abdul Wahhab Khallaf. ‘Ilmu Ushul al-Fiqh. (Mesir: Dar al-Ma’arif. 1985). hal. 45.
[9] Poedjawijatna. Etika Filsafat … hal. 63.
[10] Al-Raghib al-Asfahani. Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an. (Beirut: Dar al-Fikr. t.t.) hal. 336; li-hat pula Q.S. al-Nahl, [16]: 90.

1 komentar:

  1. bisa d tambah g???? so q mash mw baca tp materinya da abizzzz

    BalasHapus

Designed By