Breaking News

Selasa, 06 September 2011

Dasar-Dasar Ajaran Tasawuf


      Dikalangan para orientalis Barat biasanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwasumber yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu unsur Islam, unsur Masehi (AgamaNasrani), UnsurYunani, Unsur Hindu/Budha dan Unsur Persia. Kelima unsur inisecara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.     Unsur Islam.

Secaraumum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dankehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniahitulah kemudian lahir tasawuf. unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatianyang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Sunnah sertapraktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicaratentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah);[1] perintah agar manusia senantiasabertaubat, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah;[2] petunjuk bahwa manusia akan senantiasabertemu dengan Tuhan di manapun mereka berada;[3] Tuhan dapat memberikan cahaya kepadaorang yang dikehendakinya;[4] selanjutnya al-Qur’an mengingatkanmanusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan hartabenda;[5] dan senantiasa bersikapsabar dalammenjalani pendekatan diri kepada Allah Swt.[6]

            Sejalan dengan apa yang dibicarakanal-Qur’an di atas, al-Sunnah pun banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah.Berikut ini terdapat beberapa teks hadis yang dapat difahami dengan pendekatantasawuf.

كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّافَأَََََحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَفُوْنِيْ

   “Aku adalah perbendaharaan yangtersembunyi maka aku menjadikan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.[7]

            Hadis tersebut memberikan petunjukbahwa alam raya, termasuk kita ini adalah cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan.Tuhan ingin mengenal dirinya melalui penciptaan alam ini. Dengan demikian dalamalam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan untukmengenal-Nya. Dan apa yang ada di alam raya ini pada akhirnya akan kembalikepada Tuhan.
            Hadis berikut menyatakan:

لاَ يَزَالُ الْعَبْدُيَتَقَرَّبُ اِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَاِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُسَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ وَبَصَرَهُ الَّذِىْ يَبْصُرُ بِهِ وَلِسَانَهُالَّذِى يَنْطِقُ بِهِ وَيَدَهُ الَّذِى يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّذِىيَمْشِى بِهَا فَبِى يَبْصِرُ وَبِى يَنْطِقُ وَبِى يَعْقِلُ وَبِى يَبْطِشُ وَبِىيَمْشِى.

   “Senantiasalah seorang hamba itumendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunat sehingga Akumencintainya. Maka apabila mencintainya maka jadilah Aku pendengarannya yangdia pakai untuk mendengar, matanya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnyayang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dankakinya yang dia pakai untuk berusaha; maka dengan Ku-lah dia mendengar,melihat, berbicara, berfikir, meninju dan berjalan.”[8]

            Hadis tersebut di atas memberipetunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan bisa bersatu. Diri manusia bisa leburdalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah al-fana’,yaitu fana-nya makhluk sebagaiyang mencintai kepada diri Tuhan sebagai yangdicintai.
            Selanjutnya di dalam kehidupan NabiMuhammad Saw juga terdapat petunjuk yang menggambarkannya sebagai seorang sufi.Nabi Muhammad Saw telah melakukan pengasingan diri ke Gua Hira’ menjelangdatangnya wahyu. Dia menjauhi pola hidup kebendaan di mana waktu itu orang Arabterbenam di dalamnya, seperti dalam praktek perdagangan yang menggunakan segalacara yang menghalalkan.
            Selama di Gua Hira yang ia kerjakanhanyalah tafakkur, beribadah dan hidup sebagai seorang yang zahid. Beliau hidupsederhana, terhkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak memakan makanan ataumeminum minuman kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadahkepada Allah Swt, sehingga Siti Aisyah, isteri beliau bertanya: “Mengapa Engkauberbuat begini ya Rasulullah, sedangkan Allah senantiasa mengampuni dosamu.”Nabi menjawab: “Apakah Engkau tidak ingin agar aku menjadi hamba yang bersyukurkepada Allah.”
            Di kalangan para sahabat pun adapula orang yang mengikuti praktek bertasawuf sebagaimana yang diamalkan olehNabi Muhammad Saw. Abu Bakar al-Siddiq misalnya berkata: “Akumendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan, kefanaan dalam keagungan dan rendahhati. Demikian pula khalifah Umar bin Khattab pada suatu ketika pernahberkhutbah di hadapan jama’ah kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yangsangat sederhana. Selanjutnya khalifah Usman bin ‘Affan banyak menghabiskanwaktunya untuk beribadah dan membaca al-Qur’an, baginya al-Qur’an ibarat suratdari kekasih yang selalu dibawa dan dibaca ke manapun ia pergi. Demikian pulasahabat-sahabat lainnya seperti Abu Dzar al-Giffari, Tamin Darmy, danHuzaifah al-yamani.[9]
            Selain sumber-sumber tersebut diatas, situasi masyarakat pada masa itu pun ikut serta mempersubur lahirnyatasawuf. setelah Islam tersebar ke segala penjuru dan makin kokoh pemerintahanIslam serta semakin makmurnya masyarakat, maka mulai timbul pola hidup yangbermewah-mewah dan berfoya-foya. Dalam keadaan demikian timbullah sekelompokmasyarakat yang melakukan protes dengan cara hidup zuhud, seperti yangdiperlihatkan oleh Hasan al-Basri. Tokoh ini dengan gigih dan gayanya yangretorik telah mampu mengembalikan kaum Muslimin kepada garis agama danmuncullah kehidupan sufistik. Sikap protes ini kemudian mendapat simpatik darimasyarakat dan timbullah pola hidup tasawuf.
            Bersamaan dengan itu pada masa initimbul pula aliran-aliran keagamaan, seperti lahirnya aliran Khawarij,Mu’tazilah dan lain-lain. Aliran keagamaan ini dikenal banyak mempergunakanrasio dalam mendukung ide-idenya. Untuk membendung aliran ini, maka timbullahkelompok yang tidak mau terlibat dalam penggunaan akal untuk membahas soal-soaltasawuf. Kelompok yang terakhir ini berusaha mengasingkan diri dan memusatkandiri untuk beribadah kepada Allah.[10]
            Dari informasi tersebut terlihatbahwa munculnya tasawuf di kalangan umat Islam bersumber pada dorongan ajaranIslam dan faktor situasi sosial dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.

2.     Unsur Luar Islam

Dalamberbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraianyang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agamamasehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secaraakademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Paraorientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalamtasawuf itu disebabkan karena secara histories agama-agama tersebut telah adasebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masukIslam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arabterpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhikehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelakmenjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu. Dengan demikian adanya unsurluar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukanmasalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangatkritis dan obyektif. Dalam hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnyadapat bersentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasaldari luar Islam itu.[11]
            Unsur-unsur luar Islam yang didugamempengaruhi tasawuf Islam itu selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.  Unsur Masehi

OrangArab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa danibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwatasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zamanJahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikapfakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. SelanjutnyaNoldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufisebagai lambing  kesederhanaan hidupadalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. SedangkanNicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf ini berasal dari agamaNasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dariagama Nasriani.[12]
            Unsur-unsur tasawuf yang didugamempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwaIsa bin Maryam adalah seorang yang fakir, dan Injil juga disampaikan kepadaorang fakir. Isa berkata: “Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagikamulah kerajaan Allah. Beruntunglah kamu orang yang lapar, karena kamu akankenyang.” Selanjutnya terlihat pada, peranan syaikh yang menyerupai pendeta,bedanya pendeta dapat menghapus dosa; selibasi, yaitu menahan diri tidak kawinkarena kawin dianggap dapat mengalihkan perhatian diri dari Khalik, danpenyaksian, dimana sufi dapat menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan hubungandengan Allah.[13]

b.Unsur Yunani

KebudayaanYunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulaipada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikirfilsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berfikir sebagian orangIslam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulaiperkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruhfilsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubahmenjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi,al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa. Demikianjuga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi,Suhrawardi dan lain-lain sebagainya.[14]
            Apabila diperhatikan memang carakerja dari filsafat itu adalah segala sesuatu diukur menurut akal fikiran.Tetapi dengan munculnya filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwahakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Allah padahati setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari  pengaruh materi. Ungkapan Neo Platonis:“Kenallah dirimu dengan dirimu,” diambil oleh para sufi dan di antara sufiberkata: “Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”. Hal inisemua mengarah kepada munculnya teori Hulul, Wihdat al-Syuhud, dan Wihdatal-Wujud. Tidak syah lagi bagi kelompok Neo Shopi (Sufi berketuhanan danfilosof) seperti Ibn Arabi, Ibn al-Farabi, al-Hallaj, ditemukan pengaruh nyatafilsafat dalam cara berpikir mereka.[15]

ii.     Unsur Hindu/Budha

Antaratasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubunganseperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antaracara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkarnasi(perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari duniaversi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
            Salah satu maqamat sufiah al-fana’nampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh SidhartaGautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
            Menurut Qamar Kailanipendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau diterima bahwa ajarantasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman Nabi Muhammad Saw telahberkembang ajaran Hindu/Budha itu ke Mekah, padahal sepanjang sejarah belum adakesimpulan seperti itu.[16]

iii.   Unsur Persia

Sebenarnyaantara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungandalam bidang politik, pemikiran kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belumditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telahmasuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk kePersia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali adapersamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu dan Mazdaqdan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz (Tuhan kebaikan) dalam agamaZarathustra.[17]
            Dari semua uraian ini dapatlahdisimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itusendiri mengingat yang dipraktekkan Nabi dan para sahabat. Hal ini dapatdilihat dari azas-azasnya. Semuanya berlandaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah.Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu berkembang menjadipemikiran dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lainsebagainya, dan hal ini tidak hanya terjadi dalam bidang tasawuf saja melainkanjuga dalam bidang lainnya.
            Sumber-sumber yang menggambarkanbahwa tasawuf Islam seolah-olah berasal bukan dari ajaran Islam, biasanyaberasal dari Barat. Di dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalisBarat kita menjumpai uraian seperti itu. Hal ini disebabkan karena merekamengidentikkan ajaran Islam sebagai ajaran non-Islam, yaitu ajaran yangdibangun dari hasil pemikiran logika yang dipengaruhi oleh situasi sosial.Namun perlu dicatat, bahwa mengidentikkan Islam dengan non Islam tidak sepenuhnyabenar. Ajaran Islam sebagai diketahui bersumber pada wahyu al-Qur’an dan Sunnahal-Rasul. Kedua sumber ini jelas bukan produk pemikiran manusia. Namunbersamaan dengan itu, al-Qur’an dan al-Sunnah terkadang tampil dalam formatyang “belum siap pakai”, atau belum bisa digunakan begitu saja dalamaplikasinya, sebelum terlebih dahulu dijabarkan dan dikembangkanoperasionalisasinya oleh akal pikiran. Dalam hubungan inilah ke dalam ajaranIslam masuk unsur pemikiran yang pada hakikatnya bukan wahyu. Dengan demikianbagian dari ajaran Islam ada yang bersifat ajaran normative, yaitu yangbersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah yang tidak akan mengalami perubahan; danada yang bersifat non-normatif, yaitu yang bersumber pada akal pikiran yangdapat dikembangkan bahkan diubah dan dibuang.
            Dalam pada itu perlu juga dicatatbahwa pemikiran yang dihasilkan dari pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Sunnahitu pun sifatnya jauh berbeda dengan pemikiran bebas yang tidak bersumber padaal-Qur’an dan al-Sunnah. Pemikiran jenis pertama tidak bebas sebebas-bebasnyamelainkan masih terikat pada kedua sumber ajaran Islam tersebut. Pemikiran yangsifatnya tidak demikian tidak dapat diterima sebagai pemikiran Islam. hal iniberbeda dengan pemikiran yang tidak bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah yangbersifat bebas, liberal dan tidak terikat pada ajaran apa pun.[18]
Jikajalan pemikiran tersebut digunakan untuk melihat ajaran tasawuf, maka dapatdikatakan, bahwa ajaran tasawuf itu sama kedudukannya dengan ajaran lainnyadalam Islam, seperti teologi, fiqh, dan lain sebagainya. Ajaran tasawufbersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah yang penggarapannya memerlukan bantuanpemikiran yang sehat, lurus dan tidak keluar dari semangat ajaran al-Qur’an danal-Sunnah itu sendiri, yaitu pemikiran yang tidak sampai menentang rukun imandan rukun Islam, dan seterusnya. Jika dijumpai pemikiran tasawuf yang tidaksejalan dengan ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah itu, maka segera diperbaiki, danhal ini telah dilakukan oleh para ulama.
Berdasarkanuraian tersebut, maka tidak ada alasan untuk ragu-ragu menerima ajaran tasawuf,atau menolaknya. Bahkan jika boleh dikatakan bahwa tasawuf itulah sebenarnyainti ajaran Islam, dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut. Pertama,bahwa kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat nanti yangkebahagiaannya amat bergantung kepada selamatnya rohani manusia dari perbuatandosa dan pelanggaran. Allah berfirman:

يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالَ وَلاَ بَنُوْنَاِلاَّ مَنْ اَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ (الشعراء: 88-89)

   “Pada hari (itu) tidak bermanfaat hartadan anak, kecuali mereka yang datang menghadap Allah dengan jiwa yang sehat.”[19]

Untukmewujudkan rohani yang sehat sebagaimana diisyaratkan dalam ayat tersebuttermasuk salah satu tugas tasawuf yang utama. Kedua, bahwa kebahagiaanyang hakiki dalam kehidupan di dunia ini sebenarnya terletak pada adanyaketenangan batin yang dihasilkan dari kepercayaan dan ketundukkan pada Tuhan.Banyaknya harta benda, pangkat, kedudukan dan lain sebagainya sering membawaseseorang kepada kehidupan ekonomi, status sosial dan kedudukannya biasa-biasasaja, tapi kehidupannya terlihat bahagia, tenang, disukai orang dan seterusnyayang disebabkan karena yang bersangkutan menunjukkan jiwa dan sikap yang muliayang dihasilkan dari ketundukkan dan ketakwaannya kepada Tuhan.
Ketiga,bahwa dalam perjalanan hidupnya manusia akan sampai pada batas-batas di manaharta benda, seperti tempat tinggal yang serba mewah, pakaian serba lux,kendaraan mengkilap dan lain sebagainya tidak diperlukan lagi, yaitu pada saatusianya sudah lanjut yang ditandai dengan melemahnya fisik, kurang berfungsinyapencernaan makanan, kurang berfungsinya pancaindera, dan kurangnya seleraterhadap berbagai kemewahan. Pada saat seperti ini manusia tidak ada jalan lainkecuali dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan, tempat ia harusmempertanggungjawabkan amalnya.
Keempat,dalam suasana kehidupan modern yang dibanjiri oleh berbagai paham sekulerseperti materialisme (memuja materi), hedonisme (memuja kepuasan nafsu),vitalisme (memuja keperkasaan), dan sebagainya, sering menyeret manusia kepadakehidupan yang penuh persaingan, rakus, boros, saling menerkam, dan lainsebagainya. Keadaan tersebut semakin diperburuk dengan munculnya berbagaiproduk budaya yang negatif mulai dari makanan dan obat-obat terlarang, hiburanyang melupakan diri, pakaian yang mengundang syahwat, tempat-tempat pelacuran,dan sebagainya. Hal tersebut kemudian memberi pengaruh negatif terhadapgenerasi muda. Untuk mengatasi masalah tersebut banyak membutuhkan pemikiran,biaya, tenaga, waktu dan yang tidak sedikit. Dalam keadaan demikian tasawufdapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut secaraekonomis, tetapi hasilnya cukup efektif.
Denganmelihat sebagian kecil dari keuntungan yang ditawarkan oleh tasawuf ini, makatidak ada alasan untuk tidak menerima tasawuf sebagai bagian integral dariajaran Islam, bahkan ia harus diletakkan pada barisan yang paling depan dalammenyelamatkan kehidupan manusia dari bahaya kehancuran dan kesengsaraan didunia dan akhirat.[20]
Dalampasal ini akan dikemukakan beberapa pokok ajaran tasawuf. Sebelumnya kitaperhatikan beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits berikut ini :
            Allah berfirman dalam surat Al-Fathayat 29 yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yangbersama dengan dia adalah tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasihsayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allahdan keridlaan-Nya…”
            Dalam surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya, “Tuntutlahapa yang didatangkan Allah kepada anda tentang kampung akhirat, dan janganlahkamu melupakan nasib anda tentang dunia…”
            Dalam surat Al-Baqarah ayat 201 yangartinya, “Dan diantara kamu ada yang berkata: ya Tuhan kami, berilah kamikebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksaneraka.”
            Sabda Rasulullah Saw yang artinya, “Bukanlahkebaikan kalian yang meninggalkan dunianya untuk akhirat dan juga bukankebaikan yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya.”
            Sabda Rasulullah Saw yang artinya, “Termasukkebaikan Islamnya seseorang apabila menggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya.”
            Firman Allah Swt dalam suratal-Dhuha ayat 4 yang artinya, “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik daripada kehidupan dunia.”
            Dalam surat al-A’la ayat 17 yangartinya, “Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”
            Sabda Rasulullah Saw yang artinya, “Bekerjalahuntuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamnya, danberibadahlah untuk kehidupan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.”
            Demikianlah beberapa ayat al-Qur’anyang menunjukkan bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik dari pada kehidupandunia, namun dalam mengusahakannya hendaknya ada keseimbangan, sehingga setiapsikap dan tingkah laku untuk keduniaan itu juga tidak lepas dari niat untukkehidupan akhirat.
            Selanjutnya kita perhatikan sikapistimewa kaum shufi dalam memberikan makna terhadap institusi-instisusi Islam,di mana ditinjaunya dari dua segi, aspek dalam dan aspek luar. Tanggapanperenungannya lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu lebih mengutamakanrasa (adzwaq) dan renjana (intuisi, mawajid).
            Berhubung manusia lebih cenderungkepada dorongan hawa nafsunya, maka apaila seseorang akan masuk kedalamtasawuf, perlu terlebih dahulu mengosongkan diri dari sikap ketergantunganterhadap kelezatan hidup duniawi. Usahanya ialah menjauhkan diri darikemaksiyatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawanafsunya. Bersihkan dahulu diri lahirnya dengan taubat dengan segalapersyaratannya, hatinya dengan ikhlash dan jiwanya dengan muraqabah.


[1]Lihat Q.S. al-Maidah, [5]: 54.
[2]Lihat Q.S. Tahrim: 8.
[3]Lihat Q.S. al-Baqarah, [2]: 110.
[4]Lihat Q.S. al-Nur, (24): 35.
[5]Lihat Q.S. al-Hadid dan al-Fatir.
[6]Lihat Q.S. Ali Imran.
[7]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. hal. 182.
[8]Ibid. hal. 182-183.
[9]Moh. Gallab. Al-Tasawwuf al-Muqarin. (Kairo: Maktabah al-Nahdah,t.t.), hal. 29.
[10]Ibid. hal. 23.
[11]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. hal. 185.
[12]Ibid. hal. 186.
[13]IAIN Sumatera Utara. Pengantar Ilmu … hal. 20.
[14]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. hal. 186-187.
[15]Ibid. hal. 187.
[16]Ibid. hal. 187.
[17]Ibid. hal. 188.
[18]Ibid. hal. 188-189.
[19]Q.S. al-Syu’ara, [26]: 89.
[20]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf … hal. 189-191.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By