Breaking News

Sabtu, 15 Oktober 2011

Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf


Denganbegitu kompleks dan berbahaya problematika yang dihadapi oleh masyarakat modernpada saat ini, perlulah dicari solusi yang sangat tepat, dan ini tidak lainadalah dengan kembali menumbuhkan spiritualitas diri, dan ini pun telahdisepakati oleh para ahli bahwa inilah satu-satunya obat yang sangat tepat danampuh.
        Hussein Nasr adalah salah satu tokohyang sangat bersungguh-sungguh dalam hal ini, menurutnya paham sufisme inimulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat) karenamereka mulai merasakan kekeringan batin, dan karena itu mereka mulaimencari-cari jalan untuk menjawab masalah tersebut dan itu adalah spiritual,sufisme, membangun akhlak yang bertasawuf.[1]
            Bagi masyarakat Barat, masih sangatasing kalau Muhammad Saw ditempatkan sebagai tokoh spiritual, dan Islammemiliki kekayaan rohani yang sesungguhnya amat mereka rindukan, karena selamaini Islam isinya hanya dipandang sebagai legalistik formalistis belaka, tidakmemiliki dimensi esoteris (batiniah), karenanyalah saat ini perlu diperkenalkansisi esoteris Islam itu dan tentunya dengan memberikan interpretasi baru sesuaidengan kondisi dan zamannya terhadap term-term tasawuf[2] yang selama ini dipandang sebagaipenyebab melemahnya daya juang di kalangan umat Islam sendiri.
      Menurut Komaruddin Hidayat terdapattiga tujuan perlunya sufisme dimasyarakatkan. Pertama, untuk ikutterlibat berperan dalam menyelamatkan kebingungan manusia akibat hilangnyanilai-nilai spiritualitas. Kedua, untuk memberikan refern dan pemahamantentang aspek esoteris Islam kepada masyarakat. Ketiga, untuk menegaskankembali akan pentingnya aspek esoteris Islam sebagai jantung ajaran Islam itusendiri.[3]
          HusseinNasr menegaskan bahwa tasawuf, sufisme, tarikat atau jalan rohani merupakandimensi kedalaman dan kerahasiaan (esoteric) dari Islam itu sendiri, ia menjadijiwa dari risalah Islam, jantungnya yang berakar pada al-Qur’an dan al-Sunnah.[4]Sehingga dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang nampaknyaberserakan.


[1] Ibid. hal. 293.
[2] Untuk lebih lengkapnya silahkan baca ibid. hal. 294-300.
[3] Ibid. hal. 293-294.
[4] Hussein Nasr. Living Sufisme. diterjemahkan olehAbdul Hadi W.M. Tasawuf Dulu dan Sekarang. (Jakarta: Pustaka Firdaus.1985). Cetakan I. hal. 181.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By