Breaking News

Sabtu, 10 September 2011

Al-Hallaj Dalam Dunia Sufistik


          Al-Hallajadalah seorang tokoh sufi yang mengembangkan paham al-Hulul. Nama lengkapnyaadalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Beliau dilahirkan pada tahun 244 H./858 M.di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggalsampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergibelajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullahal-Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar padaseorang sufi bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdaddan belajar pada al-Junaid yang juga seorang sufi.[1] Selain itu ia pernah juga menunaikanibadah haji di Mekah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat inijelas bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang cukup mendalamdan kuat.

            Selanjutnya beliau pernah keluarmasuk penjara akibat konflik dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawufnyayang agak ganjil itu telah menyebabkan seorang ulama fiqh bernama Ibn Daudal-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan memberantas fahamnya.Al-Isfahani dikenal sebagai ulama fikih penganut mazhab Zahiri, suatu mazhabyang hanya mementingkan zahir nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan yangdikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj,sehingga al-Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalampenjara, berkat bantuan seorang sifir penjara dia dapat meloloskan diri danmelarikan diri ke Sus, suatu wilayah yang terletak di Ahwaz. Setelah bersembunyiempat tahun lama di kota itu, dan tetap tidak merubah pendiriannya, akhirnya iaditangkap kembali dan dimasukkan ke penjara selama delapan tahun lamanya.Lamanya di penjara ini tidak menyebabkan ia luntur pendiriannya. Akhirnya padatahun 309 H/921 M diadakan persidangan ulama di bawah pengawasan Kerajaan BaniAbbas, Khalifah Mu’tashim Billah. Dan akhirnya pada tanggal 18 Zulkaidah tahun309 H/921 M al-Hallaj dijatuhi hukuman mati. Ia dihukum bunuh, dengan terlebihdahulu dipukul dan dicambuk, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangandan kakinya, dipenggal lehernya, dan ditinggalkan tergantung bagian-bagiantubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, dengan maksud untuk menjadi peringatanbagi ulama lainnya yang berbeda pendirian.[2] Arberry lebih lanjut melukiskan kasuspembunuhan al-Hallaj ini sebagai berikut:

    “Tatkala dibawa untuk disalib, dan melihattiang salib serta paku-pakunya, ia menoleh ke arah orang-orang seraya berdoa,yang diakhiri dengan kata-kata: “Dan hamba-hamba-Mu yang bersama-samamembunuhku ini, demi agama-Mu dan memenangkan karunia-Mu, maka ampunilahmereka, ya Tuhan, dan rahmatilah mereka. Karena sesungguhnya, sekiranya telahKuanugerahkan kepada mereka yang telah Kau anugerahkan kepadaku, tentu merekatakkan melakukan yang mereka lakukan. Dan bila Kusembunyikan dari diriku yangtelah Kau-sembunyikan dari mereka, tentu aku takkan menderita begini. MahaAgung Engkau dalam segala yang Kau- lakukan, dan Maha Agung Engkau dalam segalayang Kau-kehendaki.”[3]

Mengenaisebab-sebab dibunuhnya al-Hallaj hingga sekarang masih controversial. Jikakebanyakan mengemukakan bahwa sebab-sebab dibunuhnya karena perbedaan fahamdengan faham yang dianut ulama fikih yang dilindungi oleh pemerintah, maka halini masih juga perlu dipertanyakan, mengapa sufi yang lainnya sebagaimana Zunal-Nun al-Mishri, Ibn Arabi dan lainnya tidak dibunuh.[4] Sehingga memungkinkan juga tafsirdibunuhnya beliau karena unsur politis sebagaimana yang dikemukakan oleh HarunNasution, nampaknya perlu dipertimbangkan. Menurutnya, al-Hallaj dituduh punyahubungan dengan gerakan Qaramitah, yaitu satu sekte Syi’ah yang dibentuk olehHamdan Ibn Qarmat di akhir abad IX M. Sekte ini mempunyai paham komunis (hartabenda dan perempuan terdiri dari kaum petani milik bersama) mengadakan teror,menyerang Mekah di tahun 930 M merampas hajar aswad yang dikembalikan oleh kaumFatimi di tahun 951 M dan menentang pemerintah Bani Abbas, mulai dari abad Xsampai abad XI M.[5] Jika yang dituduhkan ini memang benaradanya, al-Hallaj secara politis dan ideologis memang salah dan patut dihukum,tetapi jika hal ini hanya tuduhan belaka, maka masalahnya jadi lain. Siapakahyang benar di antara mereka, apakah al-Hallaj yang dihukum atau mereka yangmenghukum, pengadilan akhiratlah yang kelak mengadili mereka secara bijaksanadan obyektif.
Selanjutnyauntuk menempatkan al-Hallaj sebagai pembawa paham al-Hulul, dapat dipahami daribeberapa pernyataannya di bawah ini.

مُزِجَتْ رُوْحُكَ فىِرُوْحِى كَمَا تُمْزَجُ الْخَمْرَةُ بِالْمَاءِ لِزُلاَلِ فَاِذَا مَسَّكَ شَيْءٌمَسَّنِى فَاِذَا اَنْتَ اَنَا فىِ كُلِّ حَالٍ

“Jiwamu disatukan dengan jiwaku,sebagaimana anggur disatukan dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yangmenyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkauadalah aku.”[6]

اَنَا مَنْ اَهْوَى وَمَنْاَهْوَى اَنَا نَحْنُ رُوْحَانَ حَلَلْنَا بَدَنَا فَاِذَا اَبْصَرْتَنىِاَبْصَرْتَهُ وَاِذَا اَبْصَرْتَهُ اَبْصَرْتَنَا

“Aku adalah Dia yang kucintai dan Diayang kucintai adalahaku. Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh,jika engkau lihat engkau lihat Dia. Dan jika engkau lihat Dia engkau lihatKami.”[7]

            Ada dua hal yang dapat dicatat dalampaham al-Hulul yang dikemukakan al-Hallaj tersebut. Pertama, bahwa pahamal-hulul merupakan pengembangan atau bentuk lain dari paham mahabbahsebagaimana disebutkan dibawa Rabi’ah al-Adawiyah. Hal ini terlihat adanyakata-kata cinta yang dikemukakan al-Hallaj. Kedua, al-Hulul jugamengambarkan adanya ittihad atau kesatuan rohaniah dengan Tuhan. Namun HarunNasution membedakan kesatuan rohaniah yang dialami al-Hallaj melalui al-hululini, al-hallaj kelihatannya tak hilang, sebagai halnya dengan diri Abu Yazidhancur dan yang ada hanya diri Tuhan. Dalam paham al-Hallaj, dirinya tak hancursebagai ternyata dari ungkapan syairnya di atas.
            Perbedaan antara ittihad al-Bustamidengan hulul al-Hallaj, dalam ittihad yang dilihat satu wujud, sedang dalamhulul ada dua wujud, tetapi bersatu dalam satu tubuh, hal ini dapat dipahamidari syair yang dinyatakan al-Hallaj berikut ini.

اَنَا سِرُّ الْحَقِّ مَا الْحَقُّ اَنَابَلْ اَنَا حَقَّ فَفَرِّقْ بَيْنَنَا

“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,dan bukanlah Yang Benar itu aku. Aku hanya satu dari yang benar, makabedakanlah antara kami”.[8]

            Dengan ungkapan al-Hallaj yangdemikian itu, kita dapat menilai, bahwa pada saat al-Hallaj mengatakan anaal-haqq sebenarnya bukanlah roh al-Hallaj yang mengucapkan demikian, tetapiroh Tuhan yang mengambil tempat (hulul) dalam diri al-Hallaj.
Disamping seorang shufi ia juga seorang theolog terkenal di zamannya. Ia belajartasawuf dari Amr al-Makki dan kemudian memperdalamnya melalui Al-Junaid.
            Dari fahamhulul al-Hallaj dan wahdat al-syuhud ini kemudian melahirkan paham wihdatal-wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan Ibn ‘Arabi. Al-Hallaj pernahmengaku bersatu dengan Tuhan (hulul). Kata al-hulul berdasarkan pengertianbahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun, menurut istilah ilmu tasawuf,berarti paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentuuntuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalamtubuh itu dilenyapkan.[9]
            Dalam dirimanusia sebenarnya ada sifat ketuhanan. Ia menakwilkan Q.S. al-Baqarah, [2]:34, sebagai Allah memerintahkan kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Yangberhak diberi sujud hanya Allah, karenanya Adam harus memiliki unsur ketuhanan.[10] Sebelum menjadikan makhluk, Tuhanmelihat Dzat-Nya sendiri dan ia pun cinta kepada Dzat-Nya sendiri, cinta yangtak dapat disifatkan dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dariyang banyak ini, ia mengeluarkan sesuatu dari tiada dalam bentuk copy diri-Nyayang mempunyai segala sifat dan nama. Bentuk copy ini adalah Adam, pada diriAdam-lah Allah muncul.[11]
            Tuhanmempunyai dua sifat dasar, yakni sifat ketuhanan-Nya sendiri (lahut) dan sifatkemanusiaan (nasut). Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia yangterdiri atas roh dan jasad, lahut tidak dapat bersatu dengan manusia kecualidengan cara hilang, seperti yang terjadi pada diri Isa.[12] Dengan demikian, agar dapat bersatu,manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat kemanusiaannya. Setelah sifatkemanusiaanya hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada pada dirinya,disitulah Tuhan mengambil tempat dalam dirinya, roh Tuhan dan roh manusiabersatu dalam tubuh manusia.[13]
            Pada hululterkandung kefana’an total kehendak manusia dalam kehendak Ilahi, sehinggasetiap kehendaknya adalah kehendak Tuhan, pun tindakannya. Namun, sebenarnyaal-Hallaj tidak mengakui dirinya Tuhan dan juga tidak sama dengan Tuhan.[14] Karena secara jelas Tuhan dan manusiatidak sama. Yang terjadi hanyalah sekadar kesadaran psikis yang berlangsungpada kondisi fana’ atau terlebarnya nasut dalam lahut, antara keduanya tetapada perbedaan.[15]
Ajarannya ini menyimpang dari ajaranguru-gurunya, karena ia mengajarkan tasawuf yang mirip dengan Pantheisme. Fahamtasawufnya ini merupakan perkembangan dan bentuk lain dari faham Ittihad yangdiajarkan oleh Abu Yazid. Dimana konsep hulul-nya telah menggoncangkanpara ulama dan umat Islam pada waktu itu, karena dianggap sesat dan kafirdengan perkataannya yang keluar dikala ekstasi itu, sehingga mengapa ia dihukummati karenanya.


[1]Hamka. Tasawuf Perkembangan … hal. 120.
[2]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf … hal. 242-243.
[3]A.J. Arberry. Pasang-Surut … hal. 77.
[4]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf … hal. 224.
[5]Harun Nasution. Filsafat dan … hal. 87.
[6]Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf … hal. 245.
[7]Ibid.
[8]Ibid. hal. 246.
[9]Harun Nasution. Op.cit. hal. 78.
[10]Abdul Qadir Mahmud. Al-Fikr al-Islam wa al-Falsafah al-Mu’aridlah fial-Qadim wa al-Hadits. Ha’iah al-Mishriyah al-‘Ammah li al-Kitab. 1986.hal. 77-78.
[11]Harun Nasution. Op.cit. hal. 88.
[12]Ibid. hal. 90.
[13]Ibid. hal. 84.
[14]Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani. Sufi dari Zaman ke Zaman.Diterjemahkan oleh Ahmad Rofi’ Utsman. Bandung. Pustaka. 1985. hal. 86.
[15]Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin. Op.cit. hal. 140-141.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By